• direktor
  • TUAN_DIREKTUR_PORTAL
  • Screenshot_2023-03-24_125139
  • Screenshot_2023-03-24_125216
  • Screenshot_2023-03-24_125256
  • Screenshot_2023-03-24_125416
  • Screenshot_2023-03-24_125354
  • Screenshot_2023-03-24_125321
1
SALE

[PTS] KARYA HAMKA: TUAN DIREKTUR

Regular price
RM 17.10
Sale price
RM 17.10
Regular price
RM 19.00
Secure payments | SMOBookstores Online
Secure payments
Authentic products | SMOBookstores Online
Authentic products

Terbitan: PTS

Penulis: HAMKA


Berhasilkah Pak Yasin mempertahankan tanah dan melawan kekuatan Tuan Direktur di saat kondisi menjadi kacau ketika tuduhan membuat perkumpulan rahsia untuk menggulingkan pemerintah terbongkar pihak berkuasa? Kekuatan apakah yang dimiliki Pak Yasin sehingga membuat Tuan Direktur sangat sulit mengalahkan Pak Yasin?

Sebuah mahakarya HAMKA yang padat nasihatnya mengenai manusia kecil yang terdaya bangun berdiri megah mendongak langit… tidak kekar sehinggakan lupa rumput di bumi.




KOTA PERJUANGAN


Kota yang kaya dalam sebutan, serta menjadi pusat pula dari perniagaan besar dan kecil di Indonesia ini ialah Surabaya. Kaya dalam sebutan, sebab tanjungnya orang namakan Tanjung Perak, kalinya Kali Mas dan gunungnya Gunung Ringgit. Surabaya kota perniagaan antarabangsa. Kapal-kapal dagang yang akan ke Hong Kong, sampai ke Kobe sana, demikian juga ke Amerika, sentiasa melalui Surabaya.

Maka pedagang-pedagang dari Maluku Timur Besar, sampai ke Tanjung Banda Neira, berkumpullah ke kota Surabaya. Bangsa Timur asing pun bukan sedikit jumlahnya di kota itu. Bangsa Tionghoa memegang pasaran seluruhnya. Bangsa Arab menjadi tuan tanah yang mempunyai rumah-rumah sewa berpintu, mempunyai villa yang indah-indah di kota Malang, Lawang dan Batu. Tiap-tiap petang hari Sabtu, berduyun-duyunlah auto yang mahal-mahal kepunyaan pedagang-pedagang segala bangsa untuk menghabiskan hari minggunya di pesanggarahan yang indah-indah di kota Malang, Lawang dan Batu itu. Street-streetnya ramai dan ribut, tram bersilang siur, kenderaan memekakkan telinga. Kali Mas mengalir dengan kotornya, laksana Kali Tikiliwung di Betawi. Kali Tijiliwung di kota Betawi Lama dan Kali Mas di Surabaya, meskipun bagi sesetengah orang disebut suatu cacat yang tidak dapat dihindarkan dari kedua-dua kota itu, tetapi bagi sesetengah ahli fikir, kedua-duanya terpandang ciptaan alam yang tidak boleh dipandang murah harganya.

Pada kali-kali itulah nyata terbentang bahawa manusia tidak berdaya untuk menyembunyikan aib dan cela masyarakat. Di pinggir kali itu lalu dengan cepatnya auto yang mahal, sedang beberapa orang yang tidak tentu rumah tangganya, mandi di bawah dengan tidak memakai kain sehelai benang jua. Beberapa perempuan melintas di atas jambatan dengan pakaiannya yang indah, di bawah beberapa perempuan lagi sedang menyudahkan kain cucian yang dicucinya dengan diupah.